Minggu, 23 Maret 2025 – 22:34 WIB
Jakarta, VIVA – Rancangan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) sangat diperlukan untuk menangani permasalahan pekerja migran. Hal itu dikemukakan Anggota Badan Legislasi (Baleg) Deqan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Evita Nursanty.
Baca Juga :
Revisi UU TNI, Anies: Bagaimana Perubahan Ini Tak Membawa Dampak di Luar Niat Awal Pembuatnya?
RUU P2MI, kata dia, diharapkan dapat menjadi payung hukum yang semakin melindungi pekerja migran. Sebab, pekerja migran Indonesia (PMI) kerap menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Apalagi saat ini TPPO sudah masuk sebagai modus perbudakan modern.
“RUU P2MI harus memberikan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia dari praktik perdagangan manusia, perbudakan modern, kerja paksa, kesewenang-wenangan, dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan lainnya. Perubahan UU wajib memberi tambahan perlindungan kepada PMI,” ujar Evita. Minggu, 23 Maret 2025.
Baca Juga :
Ahmad Dhani Sebut RUU Hak Cipta Siap Diserahkan ke DPR RI, Apa Isinya?
Anggota DPR RI Evita Nursanty.
Evita mengatakan, langkah nyata berupa reformasi kebijakan sangat dibutuhkan untuk pekerja migran. “RUU P2MI diharapkan dapat memperketat regulasi dan sanksi bagi agen tenaga kerja ilegal yang memanfaatkan PMI untuk kepentingan eksploitasi di luar negeri,” kata legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah III ni.
Baca Juga :
Menko Yusril Targetkan KUHAP Baru Rampung 2025 dan Berlaku Januari 2026
Tak hanya itu. Menurut Evita, RUU P2MI juga diharapkan dapat meningkatkan perlindungan hukum bagi PMI, termasuk mekanisme bantuan hukum dan perlindungan bagi korban TPPO.
“Dengan RUU ini, kita ingin memastikan negara memiliki sistem pengawasan yang lebih ketat dalam mengontrol keberangkatan PMI ke negara-negara dengan risiko tinggi perdagangan orang,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi VII itu menyebutkan, DPR akan memastikan kebijakan yang dihasilkan lewat RUU P2MI benar-benar melindungi WNI agar tidak lagi menjadi korban perdagangan orang di luar negeri.
“Sudah banyak sekali anak-anak bangsa yang tertipu dan menjadi korban perdagangan orang atas iming-iming pekerjaan bergaji besar di luar negeri. Tak sedikit juga yang kemudian disiksa dan melakukan pekerjaan paksa, atau mengalami bentuk-bentuk kekerasan lainnya,” kata politisi PDI Perjuangan (PDIP) tersebut.
“Maka bentuk pengawasan terkait PMI harus semakin ditingkatkan. Kebijakan negara harus bersifat antisipatif dan dapat memastikan masyarakat yang hendak bekerja ke luar negeri terjamin keamanan dan keselamatannya,” ujar Evita menambahkan.
PDIP, kata dia, mengusulkan agar RUU P2MI memberikan ruang dan kesempatan bagi pekerja migran Indonesia yang bekerja secara ilegal untuk melaporkan diri ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau ke Konsulat Jenderal Republik Indoneaia (KJRI) di negara tempat mereka bekerja jika mendapatkan kekerasan.
Diketahui, RUU P2MI merupakan usul inisiatif Badan Legislasi DPR yang mulai dibahas sejak akhir Januari 2025. RUU P2MI sudah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada Kamis, 20 Maret 2025. RUU P2MI masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Total ada 29 perubahan dalam RUU perubahan ketiga tentang perlindungan pekerja migra Indonesia (P2MI). Sejumlah perubahan itu antara lain menyangkut kategori pekerjaan migran dalam Pasal 4.
Kemudian dalam Pasal 5 dan 6 mengatur syarat pekerja migran Indonesia, serta kewajiban bagi mereka. Ada juga Pasal 8 mengenai perlindungan PMI sebelum bekerja.
Dalam RUU tersebut, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesian (BP2MI) juga dihapus dalam revisi UU P2MI dan diganti menjadi Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Payung hukum mengenai BP2MI sebelumnya diatur dalam Pasal 26 UU P2MI. Namun pasal itu diusulkan dihapus.
Halaman Selanjutnya
“Maka bentuk pengawasan terkait PMI harus semakin ditingkatkan. Kebijakan negara harus bersifat antisipatif dan dapat memastikan masyarakat yang hendak bekerja ke luar negeri terjamin keamanan dan keselamatannya,” ujar Evita menambahkan.