Sidang Kecurangan Verifikasi Parpol di DKPP Masuk Babak Akhir


SIDANG dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terkait perubahan status verifikasi faktual partai politik di Sulawesi Utara memasuki babak akhir. Majelis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan melakukan rapat pleno putusan paling lambat akhir Februari ini.

Hal tersebut didasarkan pada ketentuan Peraturan DKPP Nomor 3/2017 tentang Pedoman Beracara KEPP. Pasal 36 ayat (1) menjelaskan, rapat pleno penetapan putusan dilakukan paling lama 10 hari setelah sidang pemeriksaan dinyatakan ditutup. Adapun rapat pleno digelar secara tertutup dengan dihadiri oleh tujuh anggota DKPP, kecuali dalam keadaan tertentu dihadiri paling sedikit lima anggota.

Diketahui, perkara dugaan kecurangan pemilu di Sulawesi Utara bernomor 10-PKE-DKPP/I/2023 telah dua kali digelar. Sidang terakhir yang berlangsung pada Selasa (14/2) itu mendudukan anggota KPU RI Idham Holik sebagai pihak teradu bersama sembilan orang lainnya.

“Tidak lama lagi kita akan melihat bagaimana sikap dari DKPP, penjaga etik penyelenggara pemilu, terkait dengan dugaan praktik kecurangan yang sebenarya telah terlihat terang benderang jelas dalam tiga bulan terakhir,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers daring, Selasa (22/2).

ICW menjadi salah satu anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih. Anggota lain Koalisi di antaranya Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), serta Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas.

Kurnia berharap, majelis DKPP dapat menyimpulkan adanya praktik kecurangan pemilu dalam perkara tersebut, khususnya pada tahapan verifikasi faktual partai politik. Pihaknya berpendapat, kecurangan tersebut sangat menghkawatirkan karena terjadi di fase awal penyelenggaraan pemilu.

“Kalau di fase awal sudah terang benderang praktik kecurangannya, tentu kita patut curiga pada fase-fase selanjutnya,” ujarnya.

Salah satu sorotan Koalisi adalah adanya nuansa intimidatif yang disampaikan Idham dalam persidangan. Ini terjadi saat pihak pengadu berupaya menampilkan barang bukti berupa video di hadapan majelis DKPP. Kurnia menilai bahwa Idham melakukan intimidasi karena mengungkit-ngungkit soal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta ancaman pidananya.

“Itu memperlihatkan saudara Idham tidak mau berdebat substansi dari bukti-bukti yang digelar dari proses persidangan dan hanya bermain di ranah formil,” tandasnya.

Salah satu kuasa pengadu, Ibnu Syamsu, menyebut adanya posisi timpang yang dibebankan majelis DKPP terhadap pengadu dan teradu. Ini terlihat dari tindakan anggota pemeriksa DKPP yang justru mempertanyakan asal usul sumber barang bukti elektronik, alih-alih menggali substansi dari bukti tersebut.

Dalam rapat pleno yang akan dilaksanakan oleh DKPP, Koalisi menuntut agar majelis bersikap dan bertindak objektif serta independen dalam menilai pembuktian selama proses persidangan. Koalisi juga menuntut agar DKPP menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian teteap bagi seluruh teradu.

Di samping Idham, sembilan teradu lainnya adalah ketua dan anggota KPU Sulawesi Utara yakni Meidy Yafeth Tinangon, Salman Saelangi, dan Lanny Anggriany Ointu, Sekretaris KPU Sulawesi Utara Lucky Firnando Majanto, dan Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan SDM KPU Sulawesi Utara Carles Worotitjan.

Sisanya yaitu ketua dan anggota KPU Kabupaten Sangihe Elysee Philby Sinadia, Tomy Mamuaya, dan Iklam Patonaung, serta Jelly Kantu selaku Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua DKPP Heddy Lugito membenarkan pihaknya akan menggelar rapat pleno untuk memutus perkara tersebut pada akhir bulan ini. Kendati demikian, Heddy belum dapat memberikan informasi lebih jauh kapan sidang pembacaan putusan akan dilaksanakan. (OL-8)




Posted

in

by