Respon Peristiwa Ledakan Tungku Smelter, Dedi Iskandar Sebut Standarisasi Kemanusian di Atas Bisnis – Waspada Online


MEDAN, Waspada.co.id – Anggota Komite II DPD RI, Dedi Iskandar Batubara menduga ada kelalaian terhadap prioritas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.

Dedi menyampaikan hal ini merespon kejadian ledakan tungku smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), di Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah (Sulteng).

Peristiwa itu menimpa belasan pekerja lokal dan asing, Minggu (24/12) pagi. Menurut Dedi, peristiwa ini dapat memberikan pelajaran bagi seluruh daerah untuk penguatan pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja.

“Tentu bagi kita di DPD RI, ini menjadi perhatian serius, karena menyangkut keselamatan tenaga kerja. Kita belum mendengar ada penyelesaian yang tuntas terkait tindak lanjut perlindungan pekerja, selain belasungkawa dan santunan kepada korban. Sementara sanksi berat bagi perusahaan, jarang sekali kita dengar,” ujar Dedi Iskandar Batubara kepada wartawan, Kamis (28/12).

Meski Demikian, Dedi yang juga Ketua PW Al-Washliyah Sumatera Utara (Sumut) memahami bahwa perusahaan juga pasti memiliki kepentingan bagi kebutuhan bisnis. Utamanya, sebagai pihak yang menampung tenaga kerja dengan jumlah besar, di mana muaranya berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

“Tetapi kepentingan itu tidak boleh mengabaikan nyawa orang. Artinya standarisasi kemanusiaan harus berada di atas kepentingan bisnis. Tenaga kerja harusnya menjadi faktor produksi yang sangat penting. Karena sebagai faktor penggerak dalam kegiatan usaha dengan modal tenaga sekaligus pikiran,” jelas Calon Anggota DPD RI nomor urut 7, Dapil Sumut ini.

Karena itu, Dedi mengingatkan agar peran pemerintah, khususnya di Sumut untuk lebih aktif melakukan pengawasan terhadap K3. Dan yang terpenting, bagaimana menjadikan seluruh perusahaan memastikan diri memiliki sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3).

Dedi juga mengatakan, sebagai pertimbangan data di BPJS Ketenagakerjaan, tercatat pada 2022 lalu ada 10.383 kasus kecelakaan kerja. Dan periode Januari-September 2023, sebanyak 18.868 kasus.

“Yang jadi pertanyaan, sejauh mana peran pemerintah daerah terhadap wacana K3 ini. Apalagi kita tahu, ada Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Provinsi (DK3P) Sumatera Utara yang telah dibentuk berdasarkan SK Gubernur. Sudah sampai di mana keberadaan dan eksistensinya bagi kepastian atas ketentuan K3. Apakah pencanangan pengawasan terhadap K3 berjalan sesuai harapan, agar semua pihak memahami pentingnya mematikan keselamatan dan kesehatan terhadap tenaga kerja,” pungkasnya.

Senada dengan itu, Sekretaris DPD KSPSI AGN Sumut, Rio Affandi Siregar mengatakan bahwa kejadian di Morowali merupakan tragedi kecelakaan kerja yang sangat memprihatinkan di penutup tahun 2023. Seharusnya K3 menjadi standar utama, prioritas perusahaan, apalagi dengan resiko tinggi.

“Yang perlu diperhatikan adalah SMK3 di perusahaan-perusahaan apakah sudah dibentuk dan sudah berjalan?. Kemudian bagaimana pengawasan yg dilakukan oleh Dinas Ketanagakerjaan (Disnaker) Sumut dan kabupaten/kota,” sebut Rio.

Jika dikaji lebih teliti lanjut Rio, maka perlu perhatian terhadap uji kelayakan terhadap alat-alat kerja yang berpotensi K3. Karenanya, ada uji berkala oleh pengawas ketenagakerjaan dari Disnaker setempat. Setelah itu, penilaian layak akan dikeluarkan dan dicatatkan dalam buku biru (istilah dalam ketenagakerjaan).

“Selain itu juga, bila SMK3 telah berjalan dengan benar di dalam perusahaan, maka potensi kecelakaan kerja dapat diminimalisir. Tetapi sebagai catatan bahwa SMK3 internal perusahaan tersebut benar-benar harus dijalankan, bukan hanya sebagai pelengkap laporan saja,” tegasnya.

Untuk itu pihaknya meminta pihak terkait, khususnya pemerintah perlu melakukan pengawasan yang lebih masif terhadap implementasi SMK3 di perusahaan. Sehingga kecelakaan yang merenggut nyawa tidak terjadi di kemudian hari.

“Bahwa K3 ini penting, apalagi masuk dalam standar akreditasi penilaian perusahaan. Apakah sebuah perusahaan punya standar itu dan dapat dipercaya dan baik secara kompetensi, mutu dan kualitasnya,” pungkasnya. (wol/man)

Editor AGUS UTAMA


Posted

in

by

Tags: