Merdeka.com – Kejadian penipuan lelang masih sering terjadi di masyarakat yang mengatasnamakan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNL). DJKN menyebut kendaraan roda empat dan roda dua menjadi objek yang paling sering digunakan untuk penipuan lelang.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin mendorong optimalisasi sistem digitalisasi lelang untuk percepat proses bisnis, perbaikan tata kelola dan pengawasan.
“Seharusnya ada optimalisasi dari sistem digitalisasi lelang. Karena kalau semuanya serba digital, kejadian penyelewengan bisa diminimalisir. Lantaran, semua orang bisa tahu kapan lelangnya dimulai. Lalu, ketika ada proses yang terlihat mencurigakan pasti bisa diadukan langsung oleh masyarakat. Karena semuanya bisa dilihat dari sistem,” urai Puteri.
Puteri mengimbau DJKN supaya terus mewaspadai, mengawasi dan menindak pihak-pihak yang terlibat dalam lelang ilegal yang menjerumuskan masyarakat.
“Selain itu, kami juga ingatkan agar DJKN terus memberikan edukasi publik untuk membedakan sistem lelang yang aman dan resmi. Karena di era digital sekarang ini, masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan informasi lelang yang palsu dan merugikan,” ucap Puteri.
Pada kesempatan ini, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Rionald Silaban menyatakan bahwa DJKN sudah menerapkan digitalisasi lelang sebagai upaya perbaikan tata kelola, meski memang masih harus dilakukan perbaikan.
“Zaman dulu lelang itu konvensional, orang bisa mengerahkan massa. Sehingga peserta berikutnya tidak bisa masuk. Tapi dengan digitalisasi ini menjadi langkah luar biasa. Walaupun, saya tidak bisa membantah ada masa-masa ketika sedang peak (penuh), aplikasinya kadang-kadang jammed (macet). Itulah sebabnya buffering. Makanya, kita lakukan reengineering,” ungkap Rionald.
Lebih lanjut, Ketua Bidang Keuangan dan Pasar Modal DPP Partai Golkar ini juga menyoroti terkait perkembangan penyelesaian pengurusan piutang negara. Ini lantaran DJKN mencatat total piutang negara sebesar Rp177,12 triliun, yang sebagian besar berasal dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
“Perlu strategi khusus dari DJKN untuk mengejar penyelesaian piutang tersebut. Terutama piutang pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang usia piutangnya bahkan mencapai lebih dari 20 tahun,” tutup Puteri.
[hrs]